Thursday, August 2, 2012

MAKNA HIJAB...




Wilayah penting dalam kajian tauhid dan hakikat, adalah bahasan tentang hijab kerana hijab dengan segala bentuk dan ragamnya, adalah penghalang menuju Allah. Selama ini huraian tentang hijab kerap diambil dari sisi lahiriah (fiqih) saja. Padahal substansi utama hijab itu meliputi sisi batiniah.


Istilah hijab


Menurut bahasa, Hijab bererti tirai atau pemisah (saatir atau faasil). Al-qur'an menyatakan:

"Jika kamu meminta sesuatu kepada mereka (para isteri Nabi saw), maka mintalah dari balik hijab. Cara ini lebih mensucikan hatimu dan hati mereka." (Al Ahzab: 53).


Hijab dalam ayat ini menunjukkan arti penutup yang ada di rumah Nabi saw, yang berfungsi
sebagai penghalang atau pemisah antara llelaki dan perempuan, agar mereka tidak saling memandang.


Hijab berasal dari akar kata h-j-b; bentuk verbalnya (fi'il) adalah hajaba, yang diterjemahkan dengan


"menutup, menyendirikan, memasang tirai, menyembunykkan, membentuk pemisahan, hingga memakai topeng."


Selain itu, Hijab diterjemahkan menjadi "tutup, bungkus, tirai, cadar, layar, dan partisi." Derivatif lain dari kata Hijab adalah hajib, bererti alis mata atau pelindung mata dan juga merupakan kata yang dipakai semasa zaman khalifah ar-rasyidin untuk para pekerja yang memilih tetamu yang ingin bertemu dengan khalifah.


Hijab dalam perkembangan maknanya, menjadi satu istilah untuk pakaian wanita yang menutup aurat.


Burqu, 'abayah, tarhah, burnus, jellabah, hayik, milayah, gallabiyah, disydasya, gargush gina', mungub, listma, yaskhmik, habarah, izar...



adalah nama-nama penutup aurat. Beberapa di antara nama-nama tadi merujuk kepada penutup muka saja, seperti


qina', burqu', niqab, litsmah.


Sedangkan makna hijab yang lain merujuk kepada penutup kepala saja, yang kadang-kadang
digunakan pula untuk menutup sebahagian muka, misalnya


khimar, sitara, 'abayah, atau imamah.



Penutup aurat tersebut di beberapa negera memiliki nama-nama yang berbeza. Burqa atau burqu misalnya, adalah penutup aurat yang biasa dipakai oleh wanita Afghanistan. Sementara wanita Arab Saudi menggunakan hijab degan nama Abbayah. Chador dipakai oleh wanita Iraq dan Iran (sangat mirip dengan Abbayah). Kemudian Ruband dipakai wanita Turki pada tahun 20 atau 30-an, dan Bushiyyah, hijab yang banyak digunakan saat beribadah haji.


Dalam tradisi masyarakat Islam Indonesia, nampaknya istilah Hijab lebih sering digunakan hanya untuk memisahkan ruangan, khususnya antara lelaki dan perempuan agar tidak bertatap muka. Sedangkan hijab dalam pengertian penutup aurat di Indonesia biasa disebut dengan kerudung atau jilbab. Namun meski demikian, semua nama-nama tersebut sama-sama memiliki makna hijab yaitu penutup atau penghalang.

Selanjutnya, Al-Qur'an juga banyak menjelaskan kata hijab atau yang berkaitan dengan hijab berikut ragam maknanya.


Misalnya pada surat As Syuura ayat 51, hijab diartikan dengan tirai:
"Dan tidak ada bagi manusia pun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantara wahyu atau di belakang tirai atau dengan mengutus seorang utusan lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana."


Sementara pada surat Al Ahzab ayat 53, hijab diartikan dengan tabir:
"Dan apabila kamu meminta suatu keperluan kepada mereka (istri-istri Nabi) maka mintalah kepada mereka dari
belakang tabir, cara yang demikian itu terlebih suci bagi hatimu dan hati mereka."



Berbeza pula dengan surat Fushshilat ayat 5 ketika menyebutkan kata hijab. Pada ayat ini hijab dimaknai dinding:
"Mereka berkata: "Hati kami berada dalam tutupan apa yang kami seru kepadanya dan di telinga kami ada sumbatan
dan antara kami dan kamu ada dinding, maka bekerjalah kamu sesungguhnya kami bekerja."



Dengan makna yang sama, hijab juga dijelaskan pada surat Al-Isra ayat 45, yaitu "Dan apabila kamu membaca Al
Quran niscaya Kami adakan antara kamu dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, suatu dinding
yang tertutup" (Al-Isra': 45)



Kemudian hijab juga disebutkan pada surat Al-A'raf ayat 46, kali ini hijab diartikan dengan batas:
"Dan di antara keduanya (ahli syurga dan ahli neraka) terdapat batas."



Bahkan dalam surat As-Shaad kata hijab diartikan dengan hilang atau lenyap, "Maka ia berkata: "Sesungguhnya aku
menyukai kesenangan terhadap barang yang baik (kuda) sehingga aku lalai mengingat Tuhanku sampai kuda itu hilang
dari pandangan." (Shaad : 32)



Pengertian hijab yang terurai pada setiap ayat di atas, menjelaskan tentang hijab dari sisi lahiriah (fiqih). Sedangkan dalam pembahasan kali ini, mengajak untuk memahami hijab yang dalam perspektif batiniah, dan meliputi wilayah-wilayah rohaniah.


Memahami hijab

Menurut para ahli Tasawuf, hijab diertikan sebagai tirai yang mendindingi antara hamba dengan Allah, sehingga seorang hamba menjadi terhalang dalam memandang-Nya. Dalam hal ini Syeikh Abdul Qadir Al Jailani ra. menegaskan pengertian hijab adalah:


"Tabir yang menutupi pandangan atau penglihatan manusia".


Secara spesifik hijab yang dimaksud adalah menutupi pandangan mata hati. ertinya, apabila hijab menyelimuti hati seseorang, maka mata hatinya menjadi buta, dan ketika seseorang buta mata hatinya, ia tidak mampu menyaksikan hakikat sesuatu, kerana kemampuannya hanya terbatas pada pandangan yang lahiriah. Dalam hal ini, Al Qur'an menjelaskan :



"Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat
dari jalan (yang benar)." (Al Israa': 72)


Mengenai penyebab kebutaan mata hati, Syekh Abdul Qadir Al Jailani ra. menerangkan: "Penyebab buta mata hati seseorang adalah karena mengikuti hawa nafsu dan kebodohan dirinya." Karena itu tidak sedikit orang yang buta mata hatinya, kendatipun secara fizikalnya sihat dan memiliki kecerdasan intelektual.


"Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi hingga mereka mempunyai hati yang dengannya mereka dapat
memahami atau mempunyai telinga yang dengannya mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukan mata itu
yang buta tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada. " (Al Haj: 46)



Bagi para pencari redha Ilahi, menyingkap hijab menjadi keharusan, kerana selama pandangan seorang salikin masih terhijab selama itu pula tidak akan pernah mampu melihat dan menyaksikan Allah. Namun, menyingkap hijab bagaikan mengupas kulit bawang yang berlapis-lapis. Setelah satu hijab berhasil dibuka, ternyata masih ada lapisan lainnya yang belum terbuka. Kerana itu, semakin dalam hijab disibak maka akan terbentang luas lautan hakikat. Berbahagialah orang yang berhasil menyingkap hijab. Apabila hijab kegelapan telah tersingkap maka cahaya ketuhanan (anwarul Ilahiyah) akan menerangi hatinya sehingga segala rahasia ketuhanan akan terbuka melalui penglihatan mata hatinya (bashiratul qalb).

1 comment:

baju gamis pesta said...

Islam sudah sangat berkembang jauh dari wilayah timur tengah tempat Nabi lahir. Konsekuensinya tentu terjadinya akulturasi budaya. Hijab atau penutup aurat atau pakaian pun juga terjadi akulturasi dengan budaya setempat. Apapun itu yang penting tetap sesuai dengan fungsinya menutup aurat.